SDM DI RUMAH SAKIT BUMN
Ada tiga jenis tenaga di Rumah Sakit yaitu :
1. Tenaga Full timer (purna waktu)
2. Tenaga Part Timer (paruh waktu)
3. Tenaga Contract (kontrak)
Keterangan :
Biasanya karyawan full timer (purna waktu) adalah karyawan yang termasuk didalam core business (bisnis inti), misalnya : perawat, analisis, piƱata rotgen, dokter dsb.
Part timer (paruh waktu) biasanya dokter ahli yang tidak banyak atau tidak mudah untuk didapat.
Kontrak adalah karyawan yang tidak begitu penting dalam usaha ini, dan sewaktu – waktu mudah dilepas atau diganti, misalnya untuk tenaga untuk renovasi gedung/kamar serta tenaga cleaner (petugas kebersihan dsb).
Pada usaha yang umumnya labil, artinya sewaktu – waktu bias mengalami kejatuhan (bisnis yang mudah tertimpa pasang surut), sebaiknya menggunakan tenaga core business yang professional dan tidak begitu banyak jumlahnya. Bila perusahaan tersebut berkembang maka tenaga part timer dan tenaga kontrak bisa diperbanyak.
Bila sewaktu – waktu perusahaan tersebut mengalami masa surut maka tenaga part timer dan kontrak bisa dilepas sedangkan tenaga inti (core business) tetap dan jumlahnya juga tidak banyak.
Bisnis macam ini banyak terdapat, misalnya perusahaan pemborongan rumah (termasuk real estate), pengeboran minyak dan sebagainya.
Untuk perusahaan yang stabil, tenaga full timer (core professional) bisa lebih banyak sedang tenaga part timer dan kontrak sesuai dengan kebutuhan. Ada dua pola rumah sakit dalam hal penggunaan tenaga SDM ini yaitu:
A. Pola rumah sakit seutuhnya
Seharusnya tenaga full timer baik dokter maupun perawatnya adalah merupakan tenaga inti dari rumah sakit (core professional) dan tentunya diharapkan mempunyai ilmu pengetahuan yang lebih tinggi dan dedikasi yang tinggi pula. Dengan pengetahuan yang tinggi dan dedikasi yang tinggi maka rumah sakit akan mempunyai mutu yang tinggi karena suatu rumah sakit yang core businessnya menjual kesehatan dan tenaganya menjadi unsure yang sangat penting, apalagi sebagai tenaga full timer diharapkan stand by 24 jam, artinya diluar jam kerja pun masih tetap bisa dihubungi sewaktu – waktu bila diperlukan. Hanya yang menjadi masalah ialah untuk mencari tenaga dengan kualifikasi yang tinggi tentu tidak mudah. Juga saat ini untuk dokter sudah dituntut menjadi spesialis atau sub spesialis yang makin tinggi sehingga tenaga – tenaga ini yang banyak adalah di rumah sakit – rumah sakit pendidikan.
Idealnya tenaga full timer ini, baik dokter, perawat maupun tenaga administrasinya dipilih yang baik dan selalu diberikan pendidikan dan latihan berkelanjutan. Contoh rumah sakit seutuhnya ini adalah rumah sakit pemerintah yang ada di Indonesia saat ini.
B. Pola mirip hotel Pola Rumah Sakit Seutuhnya
Ada beberapa yang memakai dokter spesialis atau sub spesialis dengan kualitas yang tinggi sebagai dokter tamu sehingga seolah – olah seperti hotel dimana rumah sakit menyediakan tempat dan fasilitas, sedangkan dokter dan pasien sebagai tamu. Ini biasanya bisa menarik pasien yang lebih banyak karena dokter yang dipilih dokter – dokter dengan kualifikasi tertentu. Tetapi harus diingat, bahwa rumah sakit swasta semakin banyak sehingga timbul persaingan antar – rumah sakit untuk mendapat tenaga demikian. Dan bila tenaga dokter dengan kualitas demikian dari suatu rumah sakit pindah ke rumah sakit lain, apalagi secara bersama – sama maka rumah sakit tersebut akan kehilangan daya tarik secara drastis.
Sebagai contoh kita lihat disuatu rumah sakit di Negara tetangga kita yang cukup terkenal. Seolah – olah hanya menyediakan tempat dengan sarana yang lengkap seperti laboratorium dengan tenaga analis full timer, radiologi dan tempat perawatan serta sarana – sarana yang lain yang serba lengkap. Sedang untuk dokternya meraka mengambil dokter – dokter spesialis yang terkenal “TOP” dan statusnya sebagai dokter tamu (part timer) sehingga mereka menganggap dokter spesialis dan pasien adalah sebagai “customer” mereka. Untuk menjaga dokter spesialis yang terkenal “top” tersebut tetap menjadi “customer” rumah sakit tersebut, pihak rumah sakit berusaha sedemikian rupa sehingga dokter tersebut senang ataupun convenient dirumah sakit tersebut, diantaranya dengan menyediakan peralatan yang dikehendaki oleh para dokter tersebut dan bahkan untuk outpatient department (poliklinik rawat – jalan) diserahkan kepda dokter tersebut. Dan bahkan manajemen klinik tersebut dilakukan juga oleh dokter – dokter tersebut dan mereka itu membentuk grup – grup / tim. Akhirnya dokter – dokter tersebutlah yang memiliki klinik rawat jalan tersebut sehingga rumah sakit hanya mengelola inpatient saja.
Dari sini kita bisa melihat bahwa rumah sakit ini menentukan pilihan bahwa core bussinessnya adalah gedung rumah sakit dan sarana lengkap dengan depatement – department yang mendukungnya, seperti laboratorium, radiologi, patologi, keperawatan, dsb. Sedang tenaga dokter mungkin hanya 6 – 8 orang dokter umum + saja yang full timer yang berada di icu, emeregency dan sebagainya sedang dokter – dokter spesialis sudah bukan menjadi coe businessnya lagi dan dikelola oleh dokter spesialis itu sendiri. Seolah-olah rumah sakit hanya menyediakan tempat untuk dokter dalam mengobati pasien. Di ndonesia sendiri pernah ada rumah sakit yang demikian tetapi nampaknya saat ini berubah pola. Dahulu mereka juga menyediakan gedung rumah sakit dengan peralatan dan sarana penunjang lain sebagai core bussinessnya dan dokter spesialis juga diambil dari dokter-dokter yang terkenal “top” dan praktik di klinik tanpa potongan sama sekali untuk rumah sakit.
Jika pada umumnya rumah sakit memakai patokan 80% untuk dokter dan 20% untuk rumah sakit atau kadang-kadang 70% sampai 30%, tetapi untuk klinik rumah sakit ini. 100% untuk dokter spesialis tersebut. Tetapi rumah sakit ini sudah merubah pola dan mengangkat dokter spesialis baru sebagai dokter full timer.
Memang ada keuntungan dan kerugian, menjadikan dokter spesialis diluar core business ini. Keuntungan yang jelas : pihak rumah sakit bisa mencari dokter dokter spesialis yang sudah terkenal sehingga pasiennya akan banyak karena tertarik dengan dokter tersebut. Juga rumah sakit tidak perlu mengeluarkan biaya yang besar untuk training/belajar bagi dokter yang bersangkutan.
Sebagai tenaga professional seharusnya lebih dari 20% waktunya dipakai untuk meningkatkan ilmunya, baik belajar/training/kursus disalam ataupun diluar negeri, bila dokter ini sebagai core business yang berarti full timer maka rumah sakit itu harus mengeluarkan dana cukup besar untuk pendidikan ini. Disamping untuk biaya pendidikan dokter tersebut mencari tenaga pengganti untuk mengisi bila terjadi kekosongan. Tenaga professional yang paling tepat untuk ini dengan selalu (menggunakan lebih dari 20% waktunya) belajar meningkatkan pengetahuannya di Indonesia antara lain adalah staf pengajar di suatu universitas. Suatu keuntungan dirumah sakit yang mengangkat tenaga professional ini sebagai tenaga part timer karena diharapkan akan menangani pasien secara professional dan dengan mutu yang tinggi.
Dan dirumah sakit ini tidak perlu mengeluarkan dana untuk pendidikan yang terlalu besar.
Kerugiannya adalah dokter tersebut tidak bisa sewaktu-waktu berada dirumah sakit itu bila tiba-tiba ada pasien yang gawat yang perlu ditangani, karena dokter tersebut bekerja dirumah sakit lain. Disamping itu rumah sakit juga harus menjaga dokter-dokter yang ternama ini jangan sampai pindah kerumah sakit lain dan tidak mau praktik dirumah sakit itu lagi.
Untuk rumah sakit BUMN yang terikat peraturan induknya mula-mula umumnya sebagian besar dari dokrernya adalah full timer tetapi kemudian akan mencari jalan yang terbaik untuk kondisi rumah sakit masing-masing untuk mencari system mana yang dianggap yang terbaik.
Untuk kebanyakan rumah sakit BUMN yang sering dipakai adalah campuran dari kedua pola, yaitu sebagian dokter spesialis sebagai dokter full timer dan sebagian lain sebagai part timer. Sedang utnuk rumah sakit pemerintah saat ini system yang dianut adalah seluruh dokter dan tenaga ahli adalah full timer karena peraturannya adalah demikian.
Ada rumah sakit BUMN yang meillih dokter full timer sedikit saja, sedang yang part timer lebih banyak dan part timer sedikit saja.
Tentunya untuk rumah sakit BUMN tidak mudah utnuk memberhentikan karyawan karena peraturan-peraturannya hampir sama dengan peraturan pemerintah, sehingga sulit untuk mengadakan perubahan status, misalnya sudah terlalu banyak spesialis full timer kemudian ingin mengubah pola menjadi rumah sakit dengan tenaga spesialis part timer atau tamu adalah sulit. Kebanyakan rumah sakit yang ada di Indonesia memakai pola campuran antara kedua pola tersebut.
0 komentar:
Posting Komentar